Investasi Hulu Migas Lesu, Kontraktor Kesulitan Dapat Rig
Beberapa kontraktor blok migas kesulitan mendapatkan rig untuk kegiatan pengeboran. Praktisi migas menyatakan kondisi ini imbas investasi hulu migas yang lesu di wilayah Indonesia. Repsol, misalmya, masih menunggu pengadaan alat untuk pengeboran di Blok Andaman III.
Direktur Indonesian Petroleum Association (IPA) Nanang Abdul Manaf mengatakan, perusahaan penunjang migas lebih memilih menyiagakan rig-nya di wilayah yang berpotensi lebih banyak pengeboran ketimbang di Indonesia. "Pengadaan rig pun menjadi sulit terutama yang offshore," ujar dia dalam diskusi dengan awak media di Jakarta, Rabu (3/7).
Praktisi Migas Tumbur Parlindungan mengatakan, pemerintah harus memacu investasi hulu migas sehingga ada keramaian kegiatan pengeboran. Dengan begitu, perusahaan penunjang migas pun akan melihat Indonesia sebagai wilayah yang potensial. "Kita mau buat itu keramaiannya ada, begitu ada, harganya pun murah," kata dia.
(Baca: Pacu Investasi Hulu Migas, Pemerintah Diminta Beri Kepastian Kontrak)
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi mencatat investasi hulu migas hanya sebesar US$ 11,99 miliar pada 2018, merosot separuh dari masa puncak 2013 dan 2014 yang menembus US$ 20 miliar.
Untuk menggairahkan investasi hulu migas, Pendiri ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto mengusulkan agar pemerintah membuka beragam pilihan kontrak bagi hasil migas. Ini agar investor memiliki keleluasaan untuk memilih. "Sebab setiap lapangan membutuhkan pendekatan yang tidak seragam," kata dia. Ia juga mendorong penambahan insentif.
Selain itu, ia menekankan pentingnya percepatan revisi Undang-Undang Migas. Tujuannya, untuk memberikan kepastian hukum bagi investor. "Karena tak kunjung rampung, banyak aturan yang muncul untuk menambal lubang di UU Migas, tapi malah banyak yang tidak sesuai dengan kontrak," ujarnya.