Thailand Akan Cabut Legalisasi Ganja untuk Rekreasi Buntut Konflik Politik


Pemerintah Thailand akan mencabut legalisasi ganja untuk rekreasi usai menghapusnya dari daftar narkotika sejak 2022. Larangan ganja rekreasi ini buntut dari konflik politik Perdana Menteri Thailand Paetongtarn Shinawatra dalam menangani perbatasan dengan Kamboja.
Melansir Reuters, Partai Bhumjaithai, yang memperjuangkan legalisasi ganja rekreasi menarik diri dari koalisi pada minggu lalu akibat polemik yang disebabkan oleh Paetongtarn itu.
Rencana ini disusul ketidakpastian industri yang diperkirakan bernilai lebih dari US$1 miliar atau setara lebih dari Rp 16,2 triliun itu.
Selasa malam waktu setempat, Kementerian Kesehatan Thailand mengeluarkan perintah yang melarang penjualan ganja untuk penggunaan rekreasi dan mewajibkan setiap pembelian eceran memerlukan resep dokter. Peraturan baru tersebut akan berlaku setelah dipublikasikan di Royal Gazette, yang mungkin terjadi dalam beberapa hari.
"Ganja akan diklasifikasikan sebagai narkotika di masa mendatang," kata Menteri Kesehatan Thailand, Somsak Thepsuthin pada Selasa (24/6), dikutip dari Reuters.
Pada 2022, Thailand menjadi salah satu negara pertama di Asia yang melegalisasi penggunaan ganja untuk rekreasi, tetapi tanpa aturan komprehensif untuk mengatur sektor tersebut.
Puluhan ribu toko dan bisnis yang menjual ganja pun bermunculan di seluruh Thailand pasca keputusan itu. Industri ini menjamur di pusat pariwisata Thailand.
Kamar Dagang Thailand sebelumnya memperkirakan industri ganja, yang mencakup produk obat-obatan, dapat bernilai US$1,2 miliar pada 2025.
Juru bicara pemerintah Jirayu Houngsub mengatakan tidak diaturnya akses ganja menimbulkan masalah sosial yang serius, terutama bagi anak-anak dan kaum muda.
"Kebijakan tersebut harus kembali ke tujuan awalnya yaitu mengendalikan ganja untuk penggunaan medis saja," kata Jirayu dalam sebuah pernyataan.