Dorong Independensi, Pengamat Usul Perbaikan Data Pangan Dilakukan BPS
Pengamat Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas menilai perbaikan data pangan semestinya dilakukan oleh lembaga independen, yaitu Badan Pengelola Statistik (BPS). Menurutnya, lembaga tersebut tidak memiliki kepentingan sektoral seperti anggaran hingga kinerja menteri.
Sebagaimana diketahui, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menargetkan untuk membenahi data pangan selama 100 hari kerja. Data tersebut meliputi komoditas pertanian, perkebunan, dan peternakan.
"Pengolahan data serahkan saja ke BPS. Kementerian Pertanian fokus pada peningkatan produksi dan perbaikan kesejahteraan petani," kata Dwi kepada Katadata.co.id, Senin (28/10).
Ia menilai, perbaikan data oleh BPS dapat dilakukan dengan lembaga independen lainnya, misalnya Badan Informasi Geospasial (BIG) dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Sementara, kementerian yang ingin membantu diharapkan tidak memiliki andil yang besar.
(Baca: Dituding Amran Tak Akurat, Ini Penjelasan BPS soal Data Produksi Beras)
Menurutnya, tidak mudah untuk melakukan perbaikan data pangan dalam 100 hari. Persiapan data beras saja membutuhkan waktu selama dua tahun. Sedangkan, data jagung baru dipersiapkan pada tahun ini.
Penyerahan tugas kepada BPS tersebut harus didukung dengan biaya yang memadai. Sebab, pengumpulan data pangan membutuhkan biaya yang besar.
Dengan demikian, Dwi berharap data yang diihasilkan memiliki ketepatan dengan kondisi lapangan. Dampaknya, kebijakan pangan yang diambil tidak akan meleset.
Akurasi Data Lahan Sawah BPS
Dwi juga menilai data lahan sawah yang dikeluarkan oleh BPS sudah akurat. Hal tersebut terbukti saat BPS memprediksi produksi beras pada 2018. "Kalau pun ada kesalahan, itu kesalahan kecil yang tidak mendiskreditkan data yang diperoleh BPS," ujar dia.
(Baca: Tak Lagi Jadi Menteri, Amran Tuding BPS Gunakan Data Mafia )
Terlebih lagi, BPS memiliki titik koordinat data yang sesuai. Lembaga tersebut juga mengambil data dari ratusan ribu titik yang tersebar di Indonesia.
Sebaliknya, lanjut Dwi data proyeksi produksi beras dari Kementerian Pertanian memiliki jumlah yang lebih besar dari perkiraan BPS. "Itu sama sekali tidak akurat," ujar dia.
Sebelumnya, Menteri Pertanian 2014-2019 Amran Sulaiman mengatakan data lahan sawah yang dikeluarkan BPS tidak akurat. Dia juga menuding skema Kerangka Sampel Area (KSA) yang digunakan BPS dalam meramal luas panen merupakan data mafia.
Dia mengatakan, data yang diambil oleh BPS, Badan Informasi Geospasial (BIG) dan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional telah menggunakan sampel yang salah. Bahkan menurut dia, tingkat kesalahannya mencapai 92%.
(Baca: Peneliti Indef Sebut Perbaikan Data Pangan Penting Guna Hentikan Impor)