Tarif AS Berlaku Pekan Ini, RI Masih Negosiasi Tekstil hingga Furnitur Bisa 0%


Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag , Djatmiko B. Witjaksono mengatakan negosiasi dagang dengan Amerika Serikat (AS) masih berlanjut meskipun tarif impor 19% akan berlaku pekan ini. Sejumlah komoditas unggulan Indonesia diajukan untuk mendapatkan tarif 0%.
Djatmiko mengatakan, komoditas tersebut adalah kelompok barang yang dibutuhkan konsumen AS, namun tidak diproduksi di negeri Paman Sam tersebut. Produk tersebut di antaranya adalah tekstil, garmen, alas kaki, elektronik, furnitur, perikanan, dan produk hasil akuakultur.
"Ada banyak komoditas yang kami ajukan," kata Djatmiko di Menara Kadin, Jakarta, Senin (4/8).
Di sisi lain, Djatmiko mengaku pemerintah telah membuka keran impor bagi produk asal Uni Eropa melalui IEU-CEPA. Namun Djatmiko berargumen langkah tersebut justru akan mendongkrak performa sektor manufaktur nasional.
Menurutnya, keran impor untuk Uni Eropa akan meningkatkan impor mesin berteknologi tinggi asal Jerman dan Perancis. Menurutnya, barang tersebut akan meningkatkan efisiensi pabrik di dalam negeri.
"Produk yang diimpor dari Eropa memang barang yang dibutuhkan dan bersifat komplementer. Mesin yang diimpor adalah yang tidak diproduksi di dalam negeri dan akan digunakan pabrik berorientasi ekspor," katanya.
Selain mesin, Djatmiko mencatat volume impor alat kesehatan berteknologi tinggi asal Eropa akan naik akibat IEU-CEPA. Djatmiko berargumen langkah tersebut justru akan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di dalam negeri.
"Banyak produk alat kesehatan berteknologi dari Eropa yang memang diperlukan di dalam negeri. Ini kami berikan fasilitas supaya biaya kesehatan bisa kompetitif di Indonesia," katanya.
Pertumbuhan Ekonomi Diprediksi Tumbuh
Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025 masih akan relatif solid di tengah kondisi ekonomi global yang penuh ketidakpastian, terutama dampak Trade War 2.0 serta tensi geopolitik yang meningkat di berbagai kawasan dunia.
Ia memproyeksikan ekonomi Indonesia akan tumbuh 4,76 persen year on year (yoy) pada kuartal II-2025, atau sedikit melambat dibandingkan pertumbuhan sebesar 4,87 persen (yoy) pada kuartal I-2025.
“Walaupun demikian, angka ini masih mencerminkan kondisi perekonomian yang cukup stabil, meskipun berada sedikit di bawah tren rata-rata 10 tahun terakhir sekitar 5 persen,” ujar Josua saat dihubungi di Jakarta, Senin (4/8).
Secara kuartalan, ia memproyeksikan ekonomi Indonesia akan tumbuh 3,68 persen quartal on quartal (qoq) pada kuartal II-2025, atau menunjukkan pola rebound yang didorong oleh pola musiman peningkatan konsumsi masyarakat selama liburan dan aktivitas produksi yang membaik setelah Hari Raya Idul Fitri.
“Kondisi ini mencerminkan ketahanan ekonomi domestik yang cukup baik, meskipun tidak optimal,” ujar Josua.
Ia memproyeksikan pertumbuhan akan ditopang beberapa sentimen utama; pertama, meningkatnya investasi (PMTB) yang tumbuh 3,71 persen (yoy) didorong oleh pemulihan sektor konstruksi dan real estate, tercermin dari kenaikan konsumsi semen dan impor barang modal, terutama mesin dari AS yang kini terbebas dari tarif impor.
Kedua, pemulihan belanja pemerintah yang kembali tumbuh positif sebesar 1,78 persen (yoy) akibat percepatan realisasi anggaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), khususnya periode Juni 2025.
Ketiga, meningkatnya kunjungan wisatawan mancanegara yang turut mendukung ekspor jasa, khususnya sektor pariwisata, meskipun perdagangan barang masih tertekan oleh konflik perdagangan internasional.
Ia melanjutkan, beberapa sektor yang akan menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2025, di antaranya sektor konstruksi dan properti yang menunjukkan pemulihan signifikan, tercermin dari kenaikan Gross Fixed Capital Formation (GFCF) hingga 3,71 persen, didukung kuat oleh peningkatan konsumsi semen.
Kemudian, sektor perdagangan ritel terpantau membaik dengan penjualan eceran pada Juni 2025 tumbuh sebesar 2,0 persen (yoy), serta sektor konsumsi barang tahan lama seperti otomotif dan elektronik yang cenderung meningkat.
Di sisi lain, ia mengingatkan sektor industri manufaktur secara keseluruhan masih menghadapi tekanan, tercermin dari Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Juli 2025 yang masih di zona kontraksi di level 49,2, meski membaik dari bulan sebelumnya di level 46,9.
Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data pertumbuhan ekonomi Indonesia periode kuartal II-2025 pada Selasa, 5 Agustus 2025.