Polisi Ungkap Modus Oplosan Beras Subsidi, Dijual Ulang Sebagai Merek Premium

Tia Dwitiani Komalasari
28 Juli 2025, 11:10
Kapolda Riau Irjen Pol Hery Heryawan (kedua kanan) didampingi Direktur Reserse Kriminal Khusus Kombes Ade Kuncoro (kanan) memberikan keterangan saat meninjau langsung lokasi praktik curang pengoplosan beras di Pekanbaru, Riau, Sabtu (26/7/2025). Direktora
ANTARA FOTO/Rony Muharrman/nz.
Kapolda Riau Irjen Pol Hery Heryawan (kedua kanan) didampingi Direktur Reserse Kriminal Khusus Kombes Ade Kuncoro (kanan) memberikan keterangan saat meninjau langsung lokasi praktik curang pengoplosan beras di Pekanbaru, Riau, Sabtu (26/7/2025). Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau menangkap satu orang tersangka pelaku yang mengoplos beras reject dan mengemas ulang dalam karung resmi berlabel SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) Bulog dan menyita sekitar 8 ton beras dalam bentuk karung SPHP
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Aparat kepolisian membongkar praktek oplosan beras  Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) Bulog di  Jalan Sail, Kelurahan Rejosari, Kecamatan Tenayan Raya, Pekanbaru. Polisi menangkap distibutor berinisial R dan menyita 9 ton beras oplosan.

Kapolda Riau, Irjen Herry Heryawan mengungkap dua modus operandi yang dilakukan tersangka R. Pertama, pelaku mencampur beras medium dengan beras berkualitas buruk atau reject kemudian di-repacking menjadi beras SPHP.

Kedua, pelaku membeli beras murah dari Pelalawan dan mengemasnya ulang dalam karung bermerek premium seperti Aira, Family, Anak Dara Merah, dan Kuriak Kusuik untuk menipu konsumen.

“Negara sudah memberikan subsidi, tapi dimanipulasi oknum untuk keuntungan pribadi. Ini bukan sekadar penipuan dagang, tapi kejahatan yang merugikan anak-anak kita yang membutuhkan pangan bergizi,” kata Herry dikutip dari Antara, Senin (28/7).

Atas perbuatannya,diperkirakan masyarakat harus membayar Rp 5.000 - Rp 7.000 per kilogram lebih mahal dari yang seharusnya. Bahkan diperkirakan selisihnya dapat mencapai Rp 9.000 jika dioplos menjadi beras premium. Selain itu, diduga kualitas beras juga berada di bawah standar mutu.

Tersangka dijerat dengan Pasal 62 ayat (1) jo Pasal 8 ayat (1) huruf e dan f, serta Pasal 9 ayat (1) huruf d dan h Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman pidana 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp2 miliar.

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengapresiasi keberhasilan jajaran Polda Riau dalam mengungkap beras oplosan SPHP.

“Saya sangat mengapresiasi kerja cepat Polda Riau. Pengungkapan ini menunjukkan komitmen nyata untuk melindungi masyarakat dari kecurangan pangan, sesuai arahan yang kita diskusikan,” ujar Amran.

Pelanggaran Berat

 Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Niti Emiliana menegaskan kasus dugaan pengoplosan beras kualitas rendah dijadikan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) Bulog dan premium di Riau merugikan negara, petani hingga konsumen.

"YLKI mendukung untuk pemerintah melakukan investigasi secara komprehensif dari seluruh rantai pasok beras, melakukan penindakan tegas tanpa pandang bulu dan pemberantasan mafia beras yang merugikan negara, petani dan konsumen," kata Niti.

Ia mengatakan YLKI menuntut adanya transparansi untuk masyarakat dari hasil investigasi dan penindakan tersebut. YLKI akan tetap mengawal kasus ini hingga tuntas.

"Ini suatu bentuk penipuan dan merugikan bagi negara dengan penyalahgunaan anggaran negara dengan melakukan pengoplosan (beras kualitas rendah menjadi) SPHP," ujar dia. 

Hal itu merupakan pelanggaran berat hak konsumen, apalagi beras komoditas pangan esensial bagi konsumen, katanya, menegaskan. 

"Jadi ini termasuk dalam hak fundamental konsumen untuk mendapatkan beras yang sesuai," katanya.

Dia menyebutkan ancaman pidana menanti apabila beras yang diproduksi tidak sesuai dengan standar. Hal itu berdasarkan Pasal 8 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman pidana lima tahun dan denda Rp2 miliar.

Lebih lanjut dia mengatakan tindak pengoplosan komoditas tersebut dapat menurunkan kepercayaan konsumen terhadap kualitas beras di pasaran. Konsumen tidak mendapatkan haknya dengan kualitas beras yang tidak sesuai.

"Pada dasarnya konsumen berhak untuk menuntut ganti rugi secara materil dan immateril ," ujar dia. 

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...