Negosiasi Masih Berjalan, Pengusaha Minta Kakao dan CPO Bebas Bea Masuk di AS

Andi M. Arief
23 Juli 2025, 18:51
Pengusaha
ANTARA FOTO/Fransisco Carolio/tom.
Pekerja mengangkut tandan buah kelapa sawit di kawasan PT Perkebunan Nusantara IV, Deli Serdang, Sumatera Utara, Kamis (24/10/2024). Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyampaikan ketersediaan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) masih sangat mencukupi untuk bahan baku biodiesel 50 persen (B50) dengan tingkat produksi CPO di Indonesia pada tahun 2024 sekitar 46 juta ton, sedangkan yang dibutuhkan untuk pembuatan B50 hanya 5,3 juta ton.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengingatkan bahwa proses negosiasi tarif ekspor Indonesia ke Amerika Serikat (AS) masih berlangsung hingga pekan depan, Jumat (1/8).

Pemerintah Indonesia masih mendorong pembebasan bea masuk untuk sejumlah komoditas strategis, seperti kakao dan minyak sawit mentah (CPO), ke pasar Negeri Paman Sam.

Ketua Bidang Perdagangan Apindo Anne Patricia Susanto mengatakan usulan pembebasan bea masuk tersebut diajukan sebagai bentuk penyeimbang terhadap masuknya produk pertanian asal Amerika Serikat ke pasar domestik.

“Kami meminta penurunan tarif lebih lanjut untuk beberapa pos tarif yang sama sekali tidak diproduksi di Amerika Serikat, seperti kakao dan CPO,” ujar Anne kepada Katadata.co.id, Rabu (23/7).

Sebagai informasi, salah satu syarat penekanan tarif produk ekspor Indonesia ke AS adalah impor produk pertanian asal AS senilai US$ 4,5 miliar (sekitar Rp 73,38 triliun), yang meliputi kedelai, bungkil kedelai, gandum, dan kapas.

Anne menjelaskan bahwa sebagian besar produk asal AS sudah dibebaskan dari bea masuk. Namun kebijakan ini tidak serta-merta membuat produk Negeri Hollywood tersebut unggul di pasar lokal. Justru masuknya bahan baku pertanian asal AS bisa mendukung sektor hilir industri makanan dalam negeri.

“Pembebasan bea masuk justru bisa mendorong daya saing produk lokal, karena komoditas yang diimpor menjadi bahan baku penting bagi industri tempe, terigu olahan, dan peternakan,” katanya.

Kapan Tarif 19% Berlaku?

Anne menilai kenaikan tarif sebesar 19% belum akan diberlakukan pada Jumat (1/8) pekan depan. Artinya, tarif impor untuk Indonesia pada bulan depan masih mengikuti ketentuan Most-Favored Nation (MFN) dengan rata-rata sebesar 10%.

“Implementasi peningkatan tarif menjadi 19% akan bergantung pada kesiapan pemerintah Amerika Serikat,” ucap Anne.

Menurutnya, kabinet Presiden AS Donald J. Trump masih fokus menyelesaikan negosiasi dengan sejumlah negara lain. Sementara kabinet Presiden Prabowo Subianto juga sedang melakukan konsolidasi internal terkait 12 poin perjanjian dagang dengan AS.

Anne menyebut hasil konsolidasi tersebut akan digunakan untuk menyusun standar produk asal AS dan menentukan komoditas mana saja yang perlu dinegosiasikan lebih lanjut.

“Hal terpenting sekarang adalah memperjelas dan meningkatkan transparansi kebijakan hasil negosiasi. Kalau arah kebijakan untuk konsumen dan produsen jelas, maka perekonomian dalam negeri bisa lebih efisien,” katanya.

Ia menegaskan, belum ada kepastian kapan tarif sebesar 19% akan diterapkan oleh pemerintah AS.

“Wong tarifnya untuk barang dari sini ke sana. Artinya, yang menanggung tarif itu ya importir, peritel, atau konsumen di Amerika Serikat,” kata Anne.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Andi M. Arief

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...