Pemerintah Rencana Berikan Insentif ke Lokapasar yang Jual Produk UMKM


Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, Maman Abdurrahman, berencana memberikan insentif pada lokapasar yang menjual produk lokal besutan UMKM. Harapannya, daya saing pelaku UMKM di dalam negeri dapat lebih tinggi dibandingkan barang impor.
Maman mengatakan bentuk insentif tersebut masih dikaji oleh kantornya oleh Deputi Usaha Kecil Kementerian UMKM. Menurutnya, wacana insentif tersebut telah dibicarakan dengan beberapa perusahaan lokapasar.
"Misalnya, produk makanan dan minuman yang diproduksi lokal akan memiliki insentif yang membuat harganya berbeda dengan produk makanan dan minuman impor yang dijual di lokapasar. Itu yang sedang kami siapkan kebijakannya," kata Maman di kantornya, Rabu (23/7).
Maman menyampaikan insentif tersebut akan membatasi penjualan produk impor dalam lokapasar domestik. Sebab, salah satu penghitungan insentif akan berdasarkan volume produk impor yang dijual dalam lokapasar tersebut.
Selain itu, Maman menyampaikan salah satu wacana insentif tersebut adalah memberikan bea pada barang impor yang dijual melalui lokapasar. "Supaya ada diferensiasi harga antara barang lokal dan barang impor. Ide ini sedang ditindaklanjuti," katanya.
Belum lama ini, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025. Aturan ini memastikan perusahaan e-commerce memungut pajak para pedagang online.
PMK Nomor 37 Tahun 2025 yang ditetapkan pada tanggal 11 Juni 2025 ini berlaku saat diundangkan atau 14 Juli 2025. Dengan berlakunya aturan ini, Kemenkeu berharap pemungutan pajak atas transaksi di marketplace menjadi lebih sederhana dan berbasis sistem.
“Ini bukan hal yang baru, kalau selama ini wajib pajak membayar sendiri pajak terutangnya, sekarang kami minta marketplace untuk memungut pajak ini,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kemenkeu Rosmauli di Gedung DJP, Senin (14/7) malam.
Rosmauli menjelaskan, latar belakang diterbitkannya PMK tersebut adalah pesatnya perkembangan perdagangan melalui marketplace di Indonesia. Terutama setelah pandemi Covid-19 yang mendorong perubahan perilaku konsumen ke arah digital.
“Perkembangan ini diperkuat oleh tingginya jumlah penduduk Indonesia, meningkatnya penggunaan smartphone dan internet, serta kemajuan teknologi finansial yang semakin memudahkan transaksi secara daring,” kata Rosmauli.
Di samping itu, Direktur Peraturan Perpajakan I Kemenkeu, Hestu Yoga Saksama berencana menunjuk platform e-commerce dari luar negeri sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 dari pedagang online asal Indonesia.
Menurut Yoga, langkah ini mengikuti skema yang sudah dijalankan sejak 2020, ketika DJP menunjuk e-commerce asing sebagai Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) untuk memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
“Ada lokapasar seperti di Singapura, Cina, Jepang, atau Amerika yang ternyata banyak orang Indonesia berjualan. Kita bisa menunjuk mereka untuk memungut PPh 22 sebesar 0,5%," katanya.