Gen Z Sulit Dapat Kerja, 3 Tahun Menganggur Meski Kirim 300 Lamaran per Bulan


Sudah tiga tahun sejak Faliha (24) lulus dari pendidikan sarjananya pada 2022, namun dia tak kunjung memperoleh pekerjaan. Faliha mengaku masih terus mencari pekerjaan hingga saat ini, meskipun telah mengirimkan ratusan lamaran pekerjaan untuk perusahaan-perusahaan di Indonesia.
Lulusan Universitas Prof dr Moestopo (beragama) ini masih menanti panggilan pekerjaan dari perusahaan-perusahaan yang dilamarnya.
“Saya mencari pekerjaan sejak dua bulan lulus dari kuliah, berarti mulai April 2022,” kata Faliha kepada Katadata, Selasa (22/7).
Segala cara sudah Faliha lakukan untuk mendapatkan pekerjaan. Dia mencoba peruntungan melalui job portal, mengirimkan lamaran melalui surel, mencoba mengikuti tes masuk CPNS dan BUMN, hingga meminta teman memberi rekomendasi lowongan pekerjaan.
“Mungkin ada dalam sebulan saya melamar kesana kesini sampai 200-300 pekerjaan, sampai saya lupa apakah di antara itu dua kali melamar pekerjaan di perusahaan yang sama namun berbeda portal saja,” ujarnya.
Dia menyebut selama ini lebih mengandalkan teknologi untuk melamar pekerjaan, dibanding mencarinya langsung dari satu tempat ke tempat lain. Alasannya, karena dia kurang memiliki koneksi sekaligus menghemat pengeluaran pribadi untuk biaya cetak dokumen dan persyaratan lamaran.
Faliha menyampaikan, ada beberapa jenis pekerjaan yang dilamarnya dalam tiga tahun terakhir. Dia memastikan posisi yang dilamarnya ini masih sesuai dengan jurusan kuliah yaitu Administrasi Publik, seperti bidang administrasi, pelayanan publik, serta manajemen sumber daya manusia.
Dia mengatakan tantangan terbesar yang dihadapinya dalam mencari pekerjaan adalah persyaratan yang kian sulit. Hal ini juga diperparah dengan tuntutan pengalaman kerja yang batasnya kian naik, belum lagi ditambah poin kepemilikan sertifikasi tertentu.
“Selain itu, kian lama saingan semakin bertambah jumlahnya, membuat potensi mendapatkan pekerjaan semakin kecil. Meskipun saya akui masih banyak lapangan pekerjaan jika mencari, namun peluangnya semakin kecil,” ucapnya.
Fresh Graduate Bernasib Sama
Sulitnya mencari pekerjaan tidak hanya dialami oleh generasi Z atau gen Z yang sudah lulus beberapa tahun lalu. Hal ini juga dirasakan oleh generasi muda yang meraih gelar sarjana tahun ini.
Arum (24), mahasiswi lulusan Universitas Jenderal Soedirman mengatakan masih mencari pekerjaan hingga saat ini. “Saya mulai mencari pekerjaan setelah saya lulus kuliah pada Februari 2025. Dalam sebulan saya dapat mengirimkan 10 hingga 15 lamaran pekerjaan,” kata Arum kepada Katadata.
Dia mencari pekerjaan dengan mengikuti workshop, menggali informasi via WhatsApp, memantau informasi dari akun-akun perusahaan, serta mengandalkan informasi dari teman-teman.
“Saya sudah mencoba melamar pekerjaan sebagai staff media sosial, social media specialist, content creator, content writer specialist, UI/UX designer, editor naskah, dan marketing,” ujarnya.
Namun hingga saat ini tahap terjauh yang dilaluinya ketika mencari pekerjaan adalah sesi wawancara dengan perusahaan, ketika ia melamar sebagai content creator.
Belum Berjodoh dengan Peluang
Sulitnya mencari pekerjaan juga dialami oleh Vina (26). Perempuan lulusan sarjana Universitas Padjadjaran pada 2021 ini hingga saat ini masih mencari lowongan pekerjaan.
Setelah lulus, dia sebelumnya pernah bekerja di industri media tanah air pada 2023. Pekerjaan ini ditekuninya selama lima bulan, sebelum akhirnya memutuskan keluar dari perusahaan pada Oktober 2023. Dia tidak menjelaskan alasannya.
Di sepanjang perjalanannya sejak akhir 2023 mencari pekerjaan, dia nyaris mendapatkannya melalui seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS).
“Kemarin sempat ikut CPNS, dapat optimalisasi namun dilempar ke Papua sehingga saya tidak bisa mengambil peluang tersebut,” kata Fina kepada Katadata.
Hal ini disebabkan dia memilih penempatan dinas di Pulau Jawa, selain itu hasil akhir dari tes CPNS juga terjadi perubahan instansi awal yang dipilih dan ditugaskan.
Tidak hanya CPNS, perempuan ini juga mencoba peruntungan dengan melamar pekerjaan melalui portal pekerjaan dan laman karir perusahaan hingga saat ini. Dia melamar posisi sebagai karyawan purna waktu, paruh waktu, hingga pekerja lepas.
Menurutnya, masih banyak lowongan pekerjaan di Indonesia. Hanya saja, proses rekrutmen di negara ini kurang transparansi mengenai kelanjutan prosesnya. Dia mengaku tidak menerima kabar apakah lowongannya berlanjut atau gagal.
Dia juga mengeluhkan terkait pelaksanaan job fair di Indonesia. “Sudah banyak yang mengeluhkan terkait job fair yang terkesan untuk ajang branding perusahaan, peluang penerimaannya sangat kecil,” ujarnya.
Tren Penganguran Meningkat
Tren pengangguran di kalangan sarjana dan pascasarjana meningkat pada awal tahun ini. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Februari 2025 tingkat pengangguran terbuka di kelompok lulusan D4/S1/S2/S3 secara nasional mencapai 6,23%.
Artinya, dari setiap 100 orang angkatan kerja lulusan D4/S1/S2/S3 di Indonesia, kini ada sekitar 6 orang yang menganggur. Angka tersebut naik dibanding periode survei bulan-bulan sebelumnya, serta menjadi level tertinggi dalam tiga tahun terakhir seperti terlihat pada grafik.
Angka PHK Naik 32%
Peluang angkatan kerja muda mencari pekerjaan semakin kecil dengan meningkatnya pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia. Kementerian Ketenagakerjaan mendata jumlah korban PHK pada Semester I 2025 mencapai 42.385 orang, naik 32,18% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebanyak 32.064 pekerja.
Angka semester I 2025 juga lebih tinggi semester I 2023.
Berdasarkan data Kemenaker, daerah dengan jumlah PHK tertinggi selama paruh pertama tahun ini adalah Jawa Tengah sejumlah 10.995 orang. Capaian tersebut diikuti Jawa Barat sejumlah 9.494 orang dan Banten sejumlah 4.267 orang.
Total PHK dari tiga provinsi tersebut mencapai 24.756 orang atau hampir 60% dari jumlah PHK pada Januari-Juni 2025. Sementara itu, provinsi dengan jumlah PHK terminim adalah Maluku atau hanya empat orang selama enam bulan pertama tahun ini.
Namun secara bulanan, jumlah PHK Juni 2025 capai 1.609 pekerja. Angka ini turun 65,78% dibanding Mei 2025.
Adapun angka PHK memuncak pada Februari 2025 yang mencapai 17.796 orang atau naik hampir 90% secara bulanan. Angka ini merupakan yang tercatat dan terverifikasi oleh Kemenaker, dikutip dari laman resminya.