Bapanas Pertimbangkan Cabut HET Beras Medium Jika Harga Gabah Tembus Rp 7.000

Andi M. Arief
15 Juli 2025, 15:19
Beras
ANTARA FOTO/Basri Marzuki/foc.
Petani memanggul karung berisi gabah usai panen di Desa Sunju, Sigi, Sulawesi Tengah, Selasa (8/7/2025). Meskipun Bapanas menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk gabah sebesar Rp6.500 per kilogram, namun harga gabah di tingkat petani di wilayah itu telah naik menjadi rata-rata Rp6.750 per kilogram yang membatasi Bulog setempat untuk melakukan pembelian gabah lokal.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Badan Pangan Nasional (Bapanas) membuka opsi mencabut kebijakan harga eceran tertinggi (HET) beras medium, bila harga gabah di tingkat petani terus naik hingga menyentuh Rp 7.000 per kilogram.

Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan, rata-rata harga gabah kering panen (GKP) saat ini sudah berada di angka Rp 6.766 per kg. Nilai lebih tinggi 4% dari harga pokok produksi (HPP) yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 6.500 per kg.

“Kami akan pertimbangkan pencabutan HET medium kalau harga gabah nasional sudah mencapai Rp 7.000 per kg,” kata Arief di Kantor Kemenko Perekonomian, Selasa (15/7).

Meski demikian, Arief menegaskan bahwa tujuan penetapan HET bukan hanya soal harga, tapi juga perlindungan konsumen. HET juga menjadi batas standar mutu beras medium di pasar.

Saat ini, HET beras medium diatur dalam Peraturan Bapanas No. 5 Tahun 2024 sebesar Rp 12.500 per kg secara nasional. Beras medium wajib memiliki kadar air maksimal 15% dan kadar butir patah maksimal 25%.

“Konsumen tidak akan mau beli beras yang baru dimasak dua jam tapi langsung basi. Karena itu, beras medium harus memenuhi standar derajat sosoh, kadar air, dan butir pecah,” ujar Arief.

Arief menilai tingginya harga gabah saat ini dipicu oleh aksi saling berebut antara pabrik penggilingan, yang berlomba menawarkan harga lebih tinggi. Fenomena ini berdampak positif bagi petani, tetapi justru mempersulit pabrikan karena harga gabah melampaui batas keekonomian.

“Pabrikan tahu harga maksimum beras premium Rp 14.900 per kg, dengan batas atas harga gabah Rp 7.500 per kg. Kalau harga gabah sudah Rp 7.800, bagaimana pabrik mau untung?” katanya.

Menurut Arief, kondisi ini terjadi karena pabrikan tidak optimal menyerap gabah selama panen raya Maret–April 2025. Padahal, produksi saat itu mencapai 10 juta ton, melonjak lebih dari 40% secara tahunan.

“Peraturan Menteri Perdagangan memperbolehkan pabrik penggilingan menyimpan gabah maksimal tiga kali volume penjualan. Ini bukan penimbunan, tapi strategi stok sampai panen berikutnya,” katanya.

Beras Tidak Memenuhi Standar

Sementara itu, dari sisi pengawasan mutu beras, Kementerian Perdagangan menemukan mayoritas merek beras premium di pasar tidak memenuhi standar.

Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Moga Simatupang menyebut, dari hasil pemeriksaan terhadap 10 merek beras premium, hanya satu yang memenuhi standar mutu. Sisanya dikenai sanksi administratif berupa teguran.

“Sebanyak 9 merek tidak memenuhi persyaratan mutu dan sudah kami beri surat teguran,” kata Moga dalam keterangan tertulis, Senin (14/7).

Pemeriksaan dilakukan dengan membeli 35 kemasan beras yang terdiri dari 34 kemasan 5 kg dan 1 kemasan 2,5 kg yang dikumpulkan oleh Ditjen PKTN pada April 2025.

Dari hasil pemeriksaan, 29 sampel memiliki nomor pendaftaran dan mencantumkan kelas mutu premium. Sementara 1 sampel tidak memiliki nomor pendaftaran dan termasuk kategori beras khusus.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Andi M. Arief

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...