Pengusaha Ungkap Alasan Marak Beras Oplosan, Salah Satunya karena HET


Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras Indonesia atau Perpadi, Sutarto Alimoeso, mengungkap penyebab maraknya beras premium oplosan yang terjadi saat ini. Salah satu alasan pelanggaran kualitas beras oleh produsen beras tersebut adalah minimnya produksi sehingga membuat kompetisi tidak sehat antar perusahaan penggilingan gabah.
Sutarto mengatakan kompetisi tidak sehat tersebut dibarengi dengan tidak ada penyesuaian harga eceran tertinggi setelah adanya peningkatan aturan Harga Pokok Produksi Gabah dari Rp 6.000 per kg menjadi Rp 6.500 per kg. Kondisi tersebut menyebabkan pihak-pihak tertentu melakukan pelanggaran karena takut melanggar HET beras medium dan menutup kerugian pembelian gabah.
"Namun yang jelas pasti tidak semua perusahaan penggilingan gabah melakukan pelanggaran standar kualitas beras," kata Sutarto kepada Katadata.co.id, Selasa (15/7).
Walau demikian, Sutarto menilai peningkatan pengawasan dalam ekosistem industri beras diperlukan saat ini. Pada saat yang sama, Sutarto mendorong pemerintah mengevaluasi kebijakan secara menyeluruh.
Sutarto meminta agar pemerintah meningkatkan akurasi data produksi di setiap rantai pasok industri beras. Selain itu, rantai pasok industri beras saat ini didorong untuk dipangkas dan ditertibkan.
Badan Pangan Nasional atau Bapanas mengakui pembelian gabah oleh pabrik penggilingan pada paruh pertama tahun ini ugal-ugalan. Dengan kata lain, setiap pabrik penggilingan menetapkan harga lebih tinggi dari pabrik lainnya agar bisa mendapatkan gabah.
Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi mengakui kondisi tersebut membuat harga gabah pada Januari-Juni 2025 tinggi dan baik untuk petani. Namun fenomena tersebut membuat harga gabah di bawah harga pokok produksi beras premium.
"Pabrikan sudah tahu harga maksimum beras premium adalah Rp 14.900 dengan batas atas harga gabah Rp 7.500 per kg. Kalau harga gabah di pasar sudah sampai Rp 7.800 per kg, bagaimana pabrik mau untung?" kata Arief di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Selasa (15/7).
Arief memberikan sinyal tingginya harga gabah pada paruh pertama tahun ini disebabkan oleh strategi pembelian yang salah. Sebab, pabrikan tidak menggenjot pembelian gabah selama panen raya pada Maret-April 2025.
Diamendata produksi gabah Maret-April 2025 menembus 10 juta ton atau naik lebih dari 40% secara tahunan. Namun para pabrikan penggilingan tidak melakukan penggudangan untuk stok produksi pertengahan tahun ini.
"Peraturan Menteri Perdagangan mengizinkan pabrik penggilingan menyetok gabah maksimum tiga kali volume penjualan. Kegiatan tersebut bukan menimbun, tapi menyimpan bahan baku sampai panen selanjutnya," katanya.
Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kemendag, Moga Simatupang mengatakan telah melakukan pemeriksaan mutu bagi 10 merek beras premium. Langkah ini dilakukan untuk mengawasi mutu terhadap produk beras.
Dari hasil pengolahan data, hanya ada satu merek yang memenuhi persyaratan mutu beras premium. Sedangkan jenama lainnya tak memenuhi syarat sehingga terkena konsekuensi yakni teguran.
“Sedangkan 9 merek lainnya tidak memenuhi persyaratan mutu dan telah diberi sanksi administrasi berupa surat teguran,” kata Moga dalam keterangan tertulis, Senin (14/7).
Pengolahan data tersebut berasal dari pembelian beras sebanyak 35 kemasan yang terdiri dari 34 beras kemasan 5 kg dan 1 beras kemasan 2,5 kg yang terdiri dari 10 merek. Pembelian ini dilakukan pada April 2025 oleh Direktorat Jenderal PKTN.
Moga mengatakan, dari pemeriksaan tersebut juga diketahui bahwa, 29 sampel mempunyai nomor pendaftaran dan mencantumkan kelas mutu, yaitu premium. Sedangkan 1 sampel beras tak memiliki nomor pendaftaran dan merupakan ebras khusus.