Industri Padat Karya Bakal Makin Tertekan Jika Tarif Impor AS 32% Diberlakukan

Andi M. Arief
8 Juli 2025, 14:18
Pekerja merakit sepeda motor listrik Gesits di pabrik PT Wika Industri Manufaktur (WIMA), Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (27/10/2021). WIMA menargetkan penjualan sepeda motor listrik dengan 85 persen komponennya produksi dalam negeri dan bar
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/wsj.
Pekerja merakit sepeda motor listrik Gesits di pabrik PT Wika Industri Manufaktur (WIMA), Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (27/10/2021). WIMA menargetkan penjualan sepeda motor listrik dengan 85 persen komponennya produksi dalam negeri dan baru saja diekspor ke Senegal tersebut sebanyak tujuh ribu unit hingga akhir 2021.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Asosiasi Pengusaha Indonesia megungkap sejumlah dampak jika tarif impor AS diberlakukan sebesar 32%. Kondisi tersebut menyusul surat resmi dari Donald Trump ke Prabowo Subianto mengenai pengenaan tarif impor AS bagi Indonesia.

Ketua Umum Apindo, Shinta W Kamdani, menilai masih ada ruang negosiasi mengenai penetapan tarif impor Amerika Serikat (AS) sebesar 32% oleh Presiden Donald Trump. Surat pemberitahuan tarif 32% yang diberikan Trump pada Presiden Prabowo Subianto justru menjadi sinyal dari keinginan AS untuk melakukan negosiasi lebih lanjut. Hal itu tercermin dari tenggat implementasi tarif yang diundur menjadi 1 Agustus.

"Dalam kerangka tersebut, Apindo menilai bahwa pengumuman pengenaan tarif 32% oleh Presiden Trump pada 1 Agustus perlu dibaca sebagai bagian dari dinamika negosiasi," ujar Shinta kepada Katadata.co.id, Selasa (8/7).

Namun demikian, Shinta mengatakan kebijakan tarif tersebut akan berdampak besar pada ekonomi Indonesia jika benar-benar dterapkan 32%. Pertama yaitu tekanan terhadap sektor industri padat karya yang memiliki pangsa ekspor besar ke AS, seperti tekstil dan produk tekstil (TPT), alas kaki, furnitur, dan mainan akan semakin besar.

Hal ini terjadi di saat bersamaan dengan tren pelemahan indeks manufaktur (PMI), meningkatnya biaya produksi, dan perlambatan permintaan global. Meskipun ketergantungan ekspor Indonesia ke AS hanya sekitar 10% dari total ekspor, dan kontribusi ekspor terhadap PDB relatif moderat yaitu sekitar 21%, risiko penurunan permintaan, masuknya barang murah atau ilegal, serta tingginya biaya berusaha tetap menjadi tantangan nyata yang perlu diantisipasi bersama.

Diharapkan Kurang dari 20%

Head of Trade Apindo, Anne Patricia Susanto, mengatakan Amerika Serikat masih memandang Indonesia sebagai mitra dagang yang baik dan adil. Walau demikian, pengusaha berharap tarif impor AS untuk barang Indonesia tidak lebih dari 20%.

Anne menilai tarif yang diterima produk lokal seharusnya lebih rendah dari yang diterapkan terhadap Vietnam yaitu sebesar 20%.

"Karena defisit neraca dagang Amerika Serikat dan Indonesia sebenarnya lebih rendah dari 20%," kata Anne kepada Katadata.co.id, Selasa (8/7).

Di sisi lain, Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, Bob Azam mengatakan penambahan tarif 32% pada produk lokal di Amerika Serikat tidak akan langsung menghentikan ekspor. Sebab, importir produk lokal di Negeri Paman Sam akan menyerap peningkatan harga dari kebijakan tersebut.

Karena itu, konsekuensi langsung terhadap penambahan tarif di Amerika Serikat bagi pelaku industri lokal adalah penurunan permintaan. Namun Bob menilai pengusaha maupun pemerintah tidak bisa langsung mencari negara lain yang dapat menggantikan Negeri Hollywood.

Bob menilai implikasi kebijakan tarif Trump adalah terbelahnya rantai pasok global secara jangka panjang. Setidaknya akan ada dua kubu dalam rantai pasok global, yakni Cina dan Amerika Serikat.

Rantai pasok Cina saat ini menguasai industri mineral kritis. Sementara itu, Amerika Serikat mendominasi industri berteknologi tinggi. Kondisi ini akan menimbulkan kebingungan di kalangan pelaku usaha karena harus memilih. Pemisahan tersebut akan berpengaruh ke industri nasional karena masing-masing rantai pasok punya keunggulan.

"Kita harus merumuskan ulang politik dagan karena perubahan geopolitik dan geoekonomi," katanya.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Andi M. Arief

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...