Meski LG Hengkang, Industri Baterai EV RI Masih Menjanjikan


Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan Bisman Bakhtiar mengatakan industri baterai Indonesia hingga saat ini masih menjanjikan. Meskipun, LG Energy Solution (LGES) baru saja menarik diri dari proyek baterai kendaraan listrik (EV) di Indonesia.
“Industri baterai masih sangat menjanjikan karena masa depan mengarahnya ke EV, jadi kebutuhan baterai akan semakin tinggi. Kita mempunyai sumber daya nikel terbesar di dunia, tinggal bagaimana membangun industri turunan dan ekosistem industri berbasis nikel,” kata Bisman saat dihubungi Katadata.co.id, Rabu (23/4).
Investasi proyek EV senilai US$ 9,8 miliar atau Rp 165 triliun ini mencakup pengembangan rantai pasok baterai EV secara terintegrasi, mulai dari penambangan hingga produksi baterai. Proyek ini telah disepakati antara Indonesia dan LG Energy Solution dari Korea Selatan pada 18 Desember 2020. LGES tergabung dalam skema “Indonesia Grand Package”.
Kendati demikian, Bisman menyayangkan mundurnya LG dari proyek baterai listrik yang diharapkan sebagai proyek hilirisasi yang menjanjikan. Menurutnya, proyek ini harus tetap berjalan karena memiliki prospek besar ke depan.
Dia mengakui, mundurnya investor dalam proyek baterai memang berpengaruh, namun hal ini tidak boleh menjadi hambatan bagi proyek yang ada.
“Investor asing mundur sesuatu yang wajar saya kira hanya soal perhitungan bisnis mereka, baik karena soal investasi maupun soal perhitungan prospek ke depan. Walaupun juga ada faktor iklim investasi Indonesia yang dianggap kurang kondusif,” katanya.
Bisman mengungkap mundurnya investor ini juga bisa disebabkan oleh tren EV yang sedang melambat akhir-akhir ini. “Selain itu aspek kepastian hukum bagi investasi, bagaimana dalam proyek investasi besar perlu menjamin kepastian hukum bagi investasi yang masuk, agar investor masuk aman dan nyaman,” jelasnya.
Tidak hanya Bisman, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Padjadjaran, Yayan Satyaki juga mengatakan pemerintah perlu memperbaiki iklim investasi di Indonesia.
“Regulasi kita juga kurang kompetitif untuk bersaing dalam hal percepatan proses investasi ke pertumbuhan ekonomi,” kata Yayan saat dihubungi Katadata.co.id pada Rabu (23/4).
Selain iklim investasi, potensi pasar EV saat ini sedang tertekan akibat terjadinya perang dagang yang berimbas ke industri kendaraan listrik.
ESDM Pastikan Proyek tetap Berjalan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memastikan proyek investasi EV senilai US$ 9,8 miliar atau Rp 165 triliun tetap berjalan sesuai rencana. Bahlil menegaskan secara keseluruhan proyek tidak mengalami perubahan mendasar.
"Infrastruktur dan rencana produksi tetap sesuai dengan peta jalan awal. Perubahan hanya terjadi pada level investor, di mana LG tidak lagi melanjutkan keterlibatannya pada JV 1, 2, dan 3 yang baru, dan telah digantikan oleh mitra strategis dari Cina, yaitu Huayou, bersama BUMN kita," kata Bahlil dalam siaran pers, Rabu (23/4).
Menurutnya, pergantian investor merupakan dinamika yang lazim terjadi dalam proyek berskala besar. Dia menyebut yang terpenting bagi pihaknya adalah seluruh mitra dalam proyek tersebut tetap berkomitmen dan pemerintah akan memastikan proses transisi berlangsung lancar.
“Proyek ini sudah berjalan, sebagian telah diresmikan dan mulai produksi, dan sisanya akan terus kami kawal hingga tuntas sesuai target. Tidak ada yang berubah dari tujuan awal yaitu menjadikan Indonesia sebagai pusat industri kendaraan listrik dunia," ucap Bahlil.
Selain itu, dia menyampaikan bahwa proyek ini tidak terpengaruh oleh dinamika global yang terjadi saat ini, seperti perang atau ketidakpastian ekonomi. Bahlil juga memastikan investasi hampir US$ 8 miliar untuk pengembangan tahap berikutnya tetap berjalan.
“Groundbreaking tahap lanjutan direncanakan dilakukan dalam tahun ini, sehingga tidak ada penghentian atau pembatalan investasi sebagaimana yang mungkin dikhawatirkan masyarakat," ujar Bahlil.