"Di Laut, Ada Uang Besar Menanti"

Metta Dharmasaputra
3 April 2017, 17:03
Nelayan Bitung
Katadata

Meski namanya ikut disebut-sebut dalam kasus pidana perikanan di Talaud, Laut Sulawesi, Alfredo Lora tampak tak gusar. Ia ikut terseret dalam pusaran kasus penangkapan ikan ilegal dengan terdakwa nakhoda Mateo Mag-Aso Jr. ini, lantaran Kapal Garuda-05 yang ditangkap aparat Indonesia pada Januari 2015 lalu adalah miliknya. Saat ditemui di rumahnya di Sarangani, Davao del Sur, Filipina, Anggota Dewan Kota ini bicara blak-blakan tentang bisnis ikan yang digelutinya, termasuk modus menyuap pejabat Indonesia.

 

Councilor Alfredo Lora
Alfredo A. Lora, pemilik kapal ikan ilegal Garuda 05 yang juga anggota Municipal Councillor atau Dewan Kota Sarangani, provinsi Davao, Filipina. Donang Wahyu|KATADATA
Sejak kapan Anda menjalankan usaha bisnis perikanan?

Kalau saya tidak salah, kapal dan bisnis ikan kami berusia lima tahun, dihitung dari saat pembuatan kapal sampai saat kapal diembargo Indonesia. Waktu harga tuna sedang tinggi, tuna kelas A dihargai 520-530 peso (Rp 137-140 ribu) per kilogram. Kalau Anda dapat 1 ton ikan, maka itu sudah setengah juta peso (Rp 132 juta). Kru kapal kami mulai beralih ke perairan Indonesia pada 2013 karena perolehan ikan berkurang di perairan Filipina.

Bagaimana tingkat kesulitan berbisnis ikan?

Bekerja di laut itu tidak mudah. Kapal bisa melaut sampai 10 hari untuk mencari ikan. Waktu perjalanan ke perairan Indonesia sekitar lima hari, lima malam, karena kapal penuh muatan dan harus berhadapan dengan ombak besar. Perjalanan pulang kurang lebih sama waktunya. Jadi total, kru kapal menghabiskan maksimal 20 hari di tengah laut untuk sebuah ekspedisi penangkapan ikan. Kalau beruntung, para kru kapal bisa menikmati waktu bersama keluarga, istirahat beberapa saat, untuk kemudian berlanjut ke ekspedisi berikutnya.

 
Pelabuhan Bitung
Kapal Eks Asing di Perairan Pulau Bitung. Donang Wahyu|KATADATA
 

Tapi Anda bertahan cukup lama, sampai lima tahun...

Jujur saja, ini bisnis yang bagus. Bayangkan, Anda hanya investasi sekitar Php 300 ribu (Rp 80 juta) dan mendapatkan Php 1 juta (Rp 265 juta) 

Jujur saja, ini bisnis yang bagus. Bayangkan, Anda hanya investasi sekitar Php 300 ribu (Rp 80 juta) dan mendapatkan Php 1 juta (Rp 265 juta). Artinya Anda sudah untung Php 700 ribu (Rp 185 juta). Operator kapal juga dapat bagian yang besar. Kami biasanya berbagi pendapatan bersih. Operator kapal mendapat Php 200,000 (Rp 53 juta) untuk pekerjaan yang kurang dari sebulan. Karena itu, banyak orang yang rela mencari ikan sampai melewati perbatasan.

Mateo Mag-Aso, nakhoda Kapal Super Lola milik Anda, ditangkap karena mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera asing tanpa izin. Bagaimana ceritanya?

Begitu saya tahu ada aturan dari Pemeritahan Joko Widodo, saya bilang ke Matthew (Mateo) untuk memperjelas pengaturan perjalanan, karena mereka bisa ditangkap. Namun, menantu saya (yang menjalankan bisnis Alfredo Lora) bilang, itu tidak masalah. Sebab, kami punya ‘kontak’di sana dan kapal kami terdaftar di sana.

Ketika Anda bilang ‘kapal Anda teregistrasi’ artinya ada seseorang di Talaud yang akan mengaku memiliki kapal tersebut. Ini dianggap sebagai wilayah mereka. Rumah sang ‘kontak’ pun masih terlihat dari tempat mengambil ikan. Jadi ketika ada patroli laut, sang ‘kontak’ bisa bilang, “Oh itu kapal saya”.

 
Nelayan Bitung
 
Nelayan tradisional Indonesia sedang bersiap melaut di Perairan Bitung. Donang Wahyu|KATADATA 

Untuk pendaftaran kapal, ‘kontak’ meminta uang sebesar Php 100 ribu (Rp 26 juta). Sang ‘kontak’ nanti akan dapat komisi dari pendapatan mereka. Sang ‘kontak’ kemudian mengirim perwakilan untuk pergi ke Pelabuhan Ikan bersama dengan kapal tersebut. Saya yakin, uang juga diberikan kepada pejabat lokal lainnya. Tapi (nyatanya), setelah dua tahun mereka ditangkap.

Dengan adanya ‘kontak’ ini, kapal Anda lolos dua kali dari penangkapan patroli. Di kali ketiga, kenapa tetap ditangkap?

Penangkapan yang terakhir, katanya dilakukan oleh petugas dari Jakarta. Kapal dibawa ke Bitung, dilubangi, lantas dibiarkan tenggelam. Ini mungkin cara petugas menunjukkan bahwa  mereka serius. Ketiga-tiganya ini tertangkap di Talaud, dan mereka pun dilepaskan di Talaud. Untuk dua proses hukum yang pertama, tidak ada yang ditangkap. Tapi begitu yang ketiga, ada yang ditangkap. 

Mateo Mag-Aso (nakhoda Kapal Super Lola alias Garuda 05) dan Jeffrey Mag-Aso (nakhoda Kapal Garuda 06) tetap dipenjara. Mereka dihukum tiga tahun penjara. Mereka sebetulnya meminta bantuan untuk meringankan hukuman, tapi siapa yang bisa kami mintai tolong di sini? Andai saja (Presiden) Duterte itu kerabat saya...

“Kontak’ Anda tidak bisa membantu lagi?

‘Kontak’ kami sudah pergi ke Bitung, tapi tak bisa lakukan apa pun, karena ini sudah muncul ke publik. Tidak bisa ada negosiasi lagi. Mereka bakal dipertanyakan jika melepas orang tersebut.

Satu-satunya yang bisa dilakukan adalah mengakui kesalahan dan menunggu putusan. Keluarga mereka juga menunggu. Kita tidak bisa melakukan apa pun. Tinggal ikuti peraturan saja.

Dulu Mateo meyakinkan Anda untuk terjun di bisnis tuna, dengan segala risikonya. Mengapa Anda begitu yakin?

Saya kenal Mateo karena kami punya lahan pertanian dan rumah di Barangray Conel (sebuah daerah di General Santos). Jadi kami sudah kenal dia. Dia sebelumnya adalah operator kapal ikan besar. Ketika ia keluar dari perusahaan tersebut, dia meyakinkan saya untuk membuat kapal.

Bayangkan, hanya dalam tiga ekspedisi perikanan, kami sudah balik modal. Jujur saja, larangan terbaru yang berlaku di perairan Indonesia berdampak besar terhadap industri perikanan di wilayah kami.

Di General Santos dan Balut, mayoritas penduduk bergantung pada perikanan. Karena itu, kami tak bisa menyalahkan mereka kalau  tetap kembali ke sana (Indonesia), meski sudah pernah ditangkap.

Di Balut, kalau Anda tidak bekerja untuk pemerintah atau sekolah, maka pilihan selain menjadi nelayan adalah jadi buruh. Pertanian yang utama di sini adalah kopra (kelapa kering yang akan diekstrak menjadi minyak kelapa).

Kalau kerja di perkebunan kopra, hanya bisa mendapatkan Php 120 (Rp 31 ribu) per hari. Bisa beli apa dengan uang segitu? Sementara di laut, ada uang besar menanti, juga keberuntungan besar. Di masa jaya, nelayan bisa mendapat Php 50-60 ribu (Rp 13-15 juta rupiah). Ini setara dengan gaji manajer bank atau toko besar.

Di General Santos dan Balut, mayoritas penduduk bergantung pada perikanan. Karena itu, kami tak bisa menyalahkan mereka kalau tetap kembali ke sana (Indonesia), meski sudah pernah ditangkap.

Editor: Pingit Aria

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...