Teknologi Komunikasi Sumbang Defisit Transaksi Berjalan Nyaris Rp 5 T
Komite Ekonomi dan Industri Nasional (Kein) menyatakan sektor Teknologi, Informasi, dan Komunikasi (TIK) turut berkontribusi terhadap besarnya defisit transaksi berjalan. Pada kuartal I 2019, sektor ini menyumbang defisit US$ 339 juta atau sekitar Rp 4,8 triliun.
Kondisi ini seiring besarnya impor di sektor TIK, seperti peralatan elektronik, gim, hingga aplikasi ponsel. "Produk TIK masih banyak impor,” kata Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Nunung Nuryartono di Jakarta, Kamis (27/6).
Ia memaparkan, jumlah aplikasi ponsel yang diunduh selama 2018 mencapai 5,08 miliar. Total biaya untuk mengunduh aplikasi tersebut mencapai US$ 313,6 juta. Sedangkan berdasarkan data UN Comtrade, impor mesin dan peralatan elektronik sebesar US$ 21,45 miliar, atau 11,37% terhadap total impor barang pada 2018.
(Baca: Imbas Perang Dagang, LG dan Sharp Relokasi Pabrik ke Indonesia)
Selain TIK, ia juga menyinggung soal kontribusi penggunaan Hak Kekayaaan Intelektual (HAKI) terhadap defisit transaksi berjalan. Kontribusinya mencapai US$ 397 juta pada kuartal I 2019. Hal ini dinilai lantaran Indonesia mengalami keterlambatan dalam hal pengajuan paten.
Wakil Ketua Kein Arif Budimanta berharap pemerintah dapat mendorong industri TIK dalam negeri untuk mengurangi beban biaya penggunaan HAKI dan impor TIK. Langkah ini diyakini dapat membantu pemerintah dalam memperbaiki neraca transaksi berjalan dan neraca pembayaran Indonesia secara keseluruhan.
(Baca: Kendati Neraca Dagang Surplus, Pelemahan Ekspor Masih Membayangi)
Ia pun mencontohkan Vietnam yang mulai membangun industri TIK. Vietnam membangun jalur telekomunikasi tambahan untuk menjamin semua provinsi terhubung secara digital dengan kota besar. Strategi pemerintah ini berhasil meningkatkan pengguna ponsel Vietnam mencapai 134 juta pada 2012 serta menjadikan Vietnam sebagai pengguna ponsel keenam di dunia.