Pemerintah Dikritik Soal Arah Transisi Energi dan Lingkungan di Net-Zero Summit

Ajeng Dwita Ayuningtyas
26 Juli 2025, 17:31
Peringatan hari mangrove sedunia
ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/rwa.
Ilustrasi menjaga kelestarian lingkungan
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Deputi Bidang Koordinasi Energi dan Sumber Daya Mineral Kemenko Perekonomian, Elen Setiadi, menyampaikan kerangka ambisius Asta Cita telah menunjukkan keselarasan dengan keinginan pemerintah Indonesia untuk menjaga kelestarian lingkungan.

“Pengembangan industri, pengembangan pertumbuhan ekonomi untuk kesejahteraan rakyat juga untuk ketahanan pangan, itu sejalan. Diselaraskan dengan menyeimbangkan antara pertumbuhan dengan lingkungan,” tutur Elen dalam diskusi di Indonesia Net-Zero Summit 2025 di Jakarta, Sabtu (26/7).

Elen menjelaskan, Indonesia memiliki potensi besar dalam industri pertambangan, salah satunya batu bara. Akan tetapi, untuk memenuhi kebutuhan dalam dan luar negeri, Indonesia melakukan penyesuaian dengan pengadaan energi terbarukan. 

Pernyataan Elen dibantah oleh Country Director Greenpeace Indonesia, Leonardo Simanjuntak. Menurutnya, banyak program pemerintah yang justru belum sejalan dengan prinsip kelestarian lingkungan. 

“Skenario-skenario yang berlaku saat ini business as usual. Kemudian ditambah lagi dengan target pertumbuhan ekonomi yang sangat ambisius, itu mengkhawatirkan,” jelas Leo dalam diskusi yang sama.

Leo menyoroti strategi ketahanan pangan kembali digunakan meski memiliki rekam jejak gagal sebelumnya. Misalnya, 2 juta hektare lahan yang akan dimanfaatkan untuk food estate Merauke, berpotensi besar menghilangkan keberagaman sumber daya alam dan hutan hujan tropis Indonesia.

“Kita harus hitung, bahwa target FOLU Net Sink, misalnya, atau emisi netral dari sektor kehutanan dan tata guna lahan, itu terancam,” tutur Leo.

Konsistensi komitmen pemerintah Indonesia adalah aspek lain yang juga disebut Leo. Menurutnya, pemerintah seringkali tidak bisa “mengerem” upaya untuk menjadi juara di sektor energi fosil.

“Oke mau jadi juara global di baterai, di EV (electric vehicle), tapi serampangan untuk mempertahankan daya dukung lingkungan kita,” tambah Leo.

Pendapat serupa disampaikan Pendiri dan Ketua Yayasan Hutan, Alam, dan Lingkungan Aceh, Farwiza Farhan. Ambisi pertumbuhan ekonomi, menurut dia, justru ditopang oleh eksploitasi lahan dalam jumlah besar dan menimbulkan bencana. 

Farwiza yang fokus pada situasi di Aceh melihat bahwa masyarakat adalah pihak yang paling terdampak dari bencana yang terjadi. Tak hanya harta dan properti seperti tempat tinggal, masyarakat yang bekerja di sektor pertanian atau perkebunan juga bisa kehilangan lahan pekerjaan. 

Farwiza menambahkan, dampak bencana tersebut berlanjut dengan sulitnya pemulihan lahan. “Apa yang dilakukan pemerintah? Biasanya hanya bagi-bagi sekotak mi instan, bagi-bagi bansos, yang akhirnya tidak berujung pada peningkatan kesejahteraan,” tutur Farwiza.

Perlu Syarat Ini untuk Capai Keduanya

CEO Landscape Indonesia, Agus Sari, berpendapat Indonesia harus menerapkan prinsip hijau, inovatif, dan keadilan. Kata dia, pertumbuhan ekonomi 8% Indonesia akan sulit dicapai tanpa menggandeng tiga prinsip tersebut. 

“Banjir itu ada ongkosnya, ada yang bayar, yang bayar bukan perusahaan yang merusak, tapi masyarakat,” tutur Agus.

Karena itu, pemerintah perlu menghitung dampak-dampak tersebut untuk kemudian menentukan kembali pertumbuhan ekonomi yang dicita-citakan. Prinsip hijau juga diterapkan dengan pemanfaatan energi terbarukan.

Kemudian, prinsip inovatif dalam artian melakukan praktik agroforestry, rehabilitasi lahan kritis dengan tanaman pangan. Selain itu, Agus memberi catatan, pangan paling mudah ditanam di area yang dekat dengan konsumennya. 

“Jangan ditanam jauh-jauh yang infrastrukturnya belum ada, orang yang menanam juga enggak tahu, pelabuhan angkutnya belum dibuat,” kritik Agus

Pertumbuhan tidak akan mencapai angka yang tinggi jika meninggalkan sebagian di belakang. Dalam situasi ini, kelas menengah justru terancam kembali terjebak kemiskinan. Pemerataan akan berkontribusi pada pemberdayaan yang menunjang pertumbuhan energi.

Menanggapi para aktivis, Elen menyebut upaya transisi pemerintah juga perlu dihitung. Salah satunya adalah penggunaan biodiesel B40 yang sudah Indonesia terapkan di saat negara lain baru memulainya.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...