Pabrik Baterai EV Beroperasi 2026, RI Bisa Pangkas Impor BBM 300 Ribu Kilo Liter

Mela Syaharani
29 Juni 2025, 19:11
Baterai
Katadata/Mela Syaharani
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia saat peresmian Groundbreaking Ekosistem Industri Baterai Listrik Terintegrasi di Kawasan AIH, Karawang, Jawa Barat pada Minggu (29/6).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Pemerintah optimistis proyek ekosistem industri baterai kendaraan listrik (EV) di Karawang, Jawa Barat, akan menjadi salah satu solusi nyata untuk mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor bahan bakar minyak (BBM).

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan, saat pabrik baterai yang berlokasi di Kawasan Artha Industrial Hills (AIH) Karawang beroperasi penuh pada 2028, fasilitas ini diperkirakan mampu mengurangi impor BBM hingga 300 ribu kiloliter per tahun.

“Kalau kapasitas pabrik sudah mencapai 15 GWh, kita bisa menghemat impor BBM sekitar 300 ribu kiloliter per tahun,” ujar Bahlil saat peresmian groundbreaking Ekosistem Industri Baterai Listrik Terintegrasi, Minggu (29/6).

Selain mengurangi impor BBM, proyek ini juga menjadi satu motor penggerak akselerasi energi terbarukan di Tanah Air. Pabrik yang akan mulai berproduksi pada 2026 ini ditargetkan mencapai kapasitas produksi penuh sebesar 15 gigawatt hour (GWh) per tahun pada 2028.

Produksi sebesar itu setara dengan sekitar 250.000 hingga 300.000 unit baterai mobil listrik, yang diyakini akan semakin mendorong penggunaan kendaraan listrik di Indonesia.

Bahlil juga optimistis kapasitas produksi akan terus meningkat, sejalan dengan meningkatnya permintaan baterai untuk pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).

“Target kami, kapasitasnya bisa mencapai 40 GWh dalam beberapa tahun ke depan,” katanya.

Proyek Strategis Nasional Rp 96 Triliun

Pabrik baterai di Karawang merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) dengan total nilai investasi mencapai US$ 5,9 miliar atau sekitar Rp 96 triliun.

Proyek ini dikembangkan secara kolaboratif oleh PT Aneka Tambang Tbk (Antam), Indonesia Battery Corporation (IBC), serta konsorsium global yang terdiri dari Contemporary Amperex Technology Co. Limited (CATL), Brunp, dan Lygend (CBL).

Ekosistem industri ini mengintegrasikan seluruh rantai pasok baterai kendaraan listrik dari hulu ke hilir. Total terdapat enam proyek, lima di antaranya berlokasi di Kawasan FHT, Halmahera Timur, Maluku Utara, dengan nilai investasi mencapai US$ 4,7 miliar, dan satu proyek di Karawang senilai US$ 1,2 miliar.

“Yang US$ 4,7 miliar ada di Maluku Utara. Di sana ada tambang, smelter, prekursor, katoda, dan RKEF,” kata Bahlil.

Serap Ribuan Tenaga Kerja, Andalkan Energi Hijau

Proyek ini berdiri di lahan seluas 3.023 hektare dan diperkirakan menyerap hingga 8.000 tenaga kerja langsung, dan terintegrasi dengan pembangunan 18 proyek infrastruktur pendukung.

Dari sisi energi, kawasan FHT Maluku Utara akan mengandalkan kombinasi sumber daya seperti PLTU 2×150 MW, PLTG 80 MW, waste heat 30 MW, serta pembangkit tenaga surya 172 MWp. Sementara pabrik baterai di Karawang akan memanfaatkan pembangkit tenaga surya 24 MWp untuk mendukung efisiensi dan keberlanjutan operasional.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Mela Syaharani

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...