Potret Pulau Gag Usai Aktivitas Tambang Disetop: Nikel, Hutan, dan Warga Lokal


Denyut tambang di Pulau Gag, Raja Ampat, seketika lenyap dalam hitungan satu jam setelah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia menyatakan menghentikan sementara aktivitas pengerukan nikel di kawasan itu pada Kamis (5/6). Eskavator berhenti beroperasi. Tambang yang biasanya beraktivitas 24 jam tersebut langsung meniadakan shift kedua yang dimulai pukul 19.00 WIT.
Beroperasi sejak 2018, tambang nikel di Pulau Gag belakangan jadi sorotan masyarakat Indonesia karena dinilai mengancam kelestarian alam Raja Ampat. Kontras antara aktivitas tambang dan lanskap surgawi kawasan itu pun memicu kemarahan warganet di media sosial
Tambang nikel itu dimiliki oleh PT Gag Nikel, anak usaha Badan Usaha Milik Negara PT Antam Tbk. Bahlil menghentikan aktivitas tambang itu karena akan melakukan investigasi terhadap dampak operasional tambang pada lingkungan.
Reporter Katadata menelusuri daerah tambang yang tengah menjadi perbincangan hangat di Indonesia beberapa hari terakhir. Untuk menginjakkan kaki di Pulau Gag, pengunjung perlu menempuh perjalanan menggunakan speedboat selama tiga jam dari Kota Sorong, Papua Barat Daya.
Minggu (8/6), sebagian besar Pulau Gag diguyur hujan sejak pagi, membuat tanah di pulau tersebut begitu lembek dan licin. Pemandangan yang tersaji saat memasuki area tambang adalah tempat parkir beberapa alat berat yang digunakan untuk operasional. Mobil, truk, hingga ekskavator berjejer tanpa ada satupun mesin yang panas.
Manajer quality Control PT Gag Nikel, Ahmad Akhsan, mengatakan perusahaan pertama kali mendapatkan kabar larangan beroperasi dari pemberitaan media massa. Sebab, surat resmi pelarangan operasi baru didapatkan perusahaan beberapa jam setelah pernyataan diucapkan oleh Bahlil.
"Surat resminya baru kami terima malam itu juga dari ESDM. Jadi memang setelah konferensi pers, baru kemudian surat disampaikan ke perusahaan,” ujarnya saat ditemui di lokasi tambang.
Tambang Aktif Capai 177 Hektare
Pada area paling depan Pulau Gag, terdapat dermaga kecil sebagai gerbang bagi orang-orang yang datang ke pulau seluas 6.500 hektare tersebut. Untuk mengakses tambang PT Gag dari dermaga, harus ditempuh menggunakan kendaraan roda empat yang dipasangi bendera tinggi berwarna merah, sekaligus menggunakan perlengkapan keselamatan sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Berdasarkan data perusahaan, PT Gag Nikel telah membuka 263,24 hektare (ha) lahan di Pulau Gag hingga saat ini. Jumlah ini terdiri atas bukaan tambang aktif dan infrastruktur.
Tambang aktif secara keseluruhan luasnya mencapai 177,97 ha, terdiri atas 58,25 ha lahan tambang yang masih digunakan dan 119,72 ha lahan yang telah direklamasi. Sementara itu, porsi bukaan lahan untuk infrastruktur berjumlah 85,27 ha, sebanyak 73,57 ha masih digunakan sedangkan 11,70 ha sudah direklamasi.
Sehingga jumlah keseluruhan lahan yang telah direklamasi baik dari tambang aktif dan infrastruktur mencapai 131,42 ha hingga Desember 2024. Dari luas lahan tersebut telah ditanam lebih dari 350.000 pohon termasuk 70.000 pohon endemik dan lokal, seperti pohon cemara, bitangor, sengon, kasuan, gamal, hingga ketapang untuk mempercepat pemulihan ekosistem.
Perjalanan dilanjutkan lebih jauh, terlihat di pinggir jalan terdapat barisan pohon cemara setinggi satu hingga tiga meter. Perusahaan menyebut, ini merupakan salah satu area reklamasi mereka menggunakan jaring dari sabut kelapa atau coco nett.
Mobil lalu melaju mendekati bukit batu di sisi kanan jalan, PT Gag menyebut ini merupakan wilayah galian jenis C, yang dimanfaatkan sebagai bahan untuk infrastruktur area tambang termasuk untuk membuat jalan. Terlihat lima truk dump dan empat ekskavator hanya terparkir disana, tidak ada kegiatan pengangkutan.
Jelajah area pertambangan dilanjutkan dengan penampakan area stockyard, tempat penyimpanan hasil tambang berbentuk gundukan tanah bercampur nikel. Sebagian stockyard ditutupi oleh terpal berwarna biru.
Berikutnya, masuk ke area tambang aktif bernama Front Qatar yang juga dikunjungi Bahlil pada Sabtu (7/6). Area ini mulai dikeruk sejak awal 2024 hingga awal 5 Juni lalu. Terlihat ada dua ekskavator terparkir di area tambang sejak PT Gag Nikel dilarang beroperasi.
Gunakan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan
Gag menyebut perusahaan mendapatkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) sebanyak 600 ha. Salah satu wilayah yang masuk dalam IPPKH adalah Front Qatar. Akhsan mengatakan jumlah produksi PT Gag mencapai tiga juta wet metric ton (wmt) nikel per tahunnya. Jumlah ini sesuai dengan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) yang telah disetujui oleh Kementerian ESDM.
“RKAB sekarang diajukan per tiga tahun, sesuai aturan berarti dari 2024, 2025, dan 2026 jumlah masing-masing tiga juta wmt,” ujarnya.
Pulau Gag tidak hanya menjadi area penambangan nikel, namun juga sebagai tempat tinggal untuk masyarakat. Sekretaris Kampung Gag, Adanan Ismail mengatakan terdapat 300 lebih KK disana.
Dia menyebut hingga saat ini jumlah masyarakat pulau yang bekerja di Gag Nikel mencapai 60%. Seluruh pekerja dari golongan masyarakat sekitar sedang beristirahat imbas penghentian operasional perusahaan.
Adanan mengatakan penghentian operasi PT Gag juga berpengaruh terhadap aktivitas hariannya. Biasanya dia menjual hasil kebun dan tangkapan ikan kepada perusahaan, namun dengan kondisi penghentian operasi ini membuat pemasukan dana untuk keluarganya berkurang.
“Kami mau dapat uang dari mana kalau perusahaan sementara diistirahatkan. Kemana kami akan menjual sedangkan pembelinya sudah terbatas,” kata Adanan.
Kendati demikian, Adanan mengatakan dirinya akan tetap mengikuti aturan pemerintah yang berlaku, terkait operasional perusahaan. “Kalau itu memang prosedur dan aturan yang berlaku, kami siap menerima (langkah) pemerintah pusat seperti apa,” ujarnya.
Respon yang sama juga diberikan oleh Ketua Badan Musyawarah Kampung (Bamuskam) Kampung Gag Waju Husein. Dia mengatakan pemberhentian operasi perusahaan di pulau Gag diterima masyarakat karena bertujuan untuk dievaluasi.
“Itu tidak apa-apa, tapi kalau penghentian selamanya bagaimana masyarakat disini yang hidupnya dari penambangan itu. Hampir ribuan warga yang menjadi karyawan akan terkena PHK,” kata Waju.
Waju mengatakan warga yang bekerja di pertambangan tersebut, berstatus sebagai karyawan PT Gag Nikel dan karyawan kontraktor tambang disana. Dia meminta pemerintah pusat untuk mempertimbangkan hal tersebut, karena menurutnya masyarakat Pulau Gag tidak hidup dari sumber pariwisata.
Edisi Khusus Sumitro Djojohadikusumo ini didukung oleh: