Bahlil Akan Panggil Pemilik Tambang Nikel di Sekitar Raja Ampat

Mela Syaharani
3 Juni 2025, 14:00
Bahlil
ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/Spt.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia (kanan) bersama Menteri Investasi/Kepala BPKM Rosan Roeslani memberikan keterangan pers usai mengikuti rapat terbatas dengan Presiden Prabowo Subianto di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (22/5/2025). Rapat terbatas tersebut membahas kelanjutan proyek hilirisasi baterai kendaraan listrik khususnya mengenai peralihan investasi dari konsorsium LG ke Huayou dan perkembangan proyek serupa dengan Contemporary Amperex Technology Co. Limited (CATL).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia berencana memanggil para pemilik konsesi atau wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) nikel yang berada di sekitar Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Langkah ini menyusul ramainya sorotan publik atas keberadaan tambang di kawasan yang dikenal sebagai destinasi wisata kelas dunia.

“Saya rapat dengan Dirjen Minerba, akan memanggil pemilik tambang tersebut, mau itu BUMN atau swasta. Karena kita memang harus menghargai, Papua itu otonomi khusus seperti Aceh,” ujar Bahlil saat ditemui dalam Human Capital Summit 2025, Selasa (3/6).

Bahlil mengatakan telah menerima berbagai aspirasi terkait aktivitas penambangan nikel di kawasan tersebut. “Tambang itu di Raja Ampat Papua, mereka ingin ada smelter di sana,” katanya.

Menurutnya, evaluasi akan dilakukan secara menyeluruh, karena Papua sebagai daerah otonomi khusus memerlukan pendekatan berbasis kearifan lokal. Ia juga menegaskan bahwa kegiatan tambang harus mengacu pada kaidah Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).

“Tambangnya akan disesuaikan dengan kaidah Amdal,” katanya. 

Bahlil memastikan izin penambangan nikel di wilayah Raja Ampat telah terbit sebelum dirinya menjabat sebagai Menteri ESDM.

Penelusuran Greenpeace

Sebelumnya, Greenpeace dalam penelusuran tahun lalu menemukan aktivitas tambang di sejumlah pulau kecil di Raja Ampat, antara lain Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran.

Padahal, ketiga pulau tersebut termasuk kategori pulau kecil yang dilarang untuk ditambang berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Menurut analisis Greenpeace, eksploitasi nikel di tiga pulau itu telah menyebabkan kerusakan lebih dari 500 hektare hutan dan vegetasi alami. Dokumentasi mereka juga menunjukkan adanya limpasan tanah yang memicu sedimentasi di kawasan pesisir, yang berpotensi merusak terumbu karang dan ekosistem laut Raja Ampat.

Selain Gag, Kawe, dan Manuran, dua pulau kecil lainnya yang juga terancam aktivitas tambang adalah Pulau Batang Pele dan Manyaifun. Kedua pulau ini berlokasi sekitar 30 kilometer dari Piaynemo, gugusan bukit karst ikonik yang gambarnya tercetak pada pecahan uang Rp100.000.

Raja Ampat dikenal sebagai pusat keanekaragaman hayati laut dunia. Perairannya menjadi rumah bagi 75% spesies karang dunia dan lebih dari 2.500 spesies ikan. Di daratannya, terdapat 47 spesies mamalia dan 274 spesies burung. Kawasan ini juga telah ditetapkan sebagai global geopark oleh UNESCO.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Mela Syaharani

Edisi Khusus Sumitro Djojohadikusumo ini didukung oleh:

Logo Edisi Khusus Sumitro Djojohadikusumo

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...