Harga Nikel Lesu, Pemerintah Kaji Dampak Aturan Kenaikan Royalti Tambang

Andi M. Arief
7 Mei 2025, 07:29
Petugas menunjukkan produk feronikel shot setelah melalui proses peleburan.
PT Antam Tbk
Petugas menunjukkan produk feronikel shot setelah melalui proses peleburan.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral atau ESDM akan mengkaji dampak implementasi kenaikan royalti mineral yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2025. Sebab, industri pertambangan tercatat terkontraksi pada kuartal pertama tahun ini.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Tri Winarno, menjelaskan pelemahan kinerja industri pertambangan disebabkan oleh penurunan permintaan dan harga nikel di pasar global. Badan Pusat Statistik mendata industri pertambangan menjadi satu-satunya sektor yang tumbuh negatif 1,23% secara tahunan pada Januari-Maret 2025.

"Penurunan disebabkan menurunnya permintaan nikel global dan harganya juga turun di pasar ekspor. Ya sudah, mau bagaimana lagi?" kata Tri di Gedung DPR, Selasa (6/5).

Tri menjelaskan Indonesia memasok 65% kebutuhan nikel global. Adapun 65% dari total ekspor Indonesia atau 42,25% pasokan nikel global berbentuk baja nirkarat ke Cina.

Dia menyampaikan pelemahan pertumbuhan ekonomi Tiongkok tersebut membuat permintaan baja nirkarat lokal menurun. Kondisi itu membuat pasokan nikel di dalam negeri melimpah yang akhirnya mendorong pelemahan harga global.

"Ini bisa jadi, karena pasar baja nirkarat atau nikel lokal itu kebanyakan ke Cina. Dengan penurunan performa industri Cina sekarang agak menurun, bisa jadi penurunan industri tambang nasional akibat itu," katanya.

Di sisi lain, PP no. 19 Tahun 2025 telah mengerek rata-rata royalti nikel menjadi 16,4%. Melihat kondisi industri pertambangan global, Komisi XII DPR menginstruksikan Tri untuk melakukan kajian dampak implementasi beleid tersebut.

Tri menyampaikan kajian tersebut dapat dilakukan dengan cara wawancara, diskusi, atau analisis laporan secara komprehensif. Menurutnya, hasil kajian tersebut akan menentukan arah implementasi PP No. 19 Tahun 2025.

Namun, Tri berencana melakukan kajian tersebut untuk mineral lain selain nikel, khususnya bauksit. Sebab, Tri menemukan penambang nikel tidak mengalami kerugian akibat implementasi PP No. 19 Tahun 2025.

"Penambang nikel tidak rugi, tapi pendapatannya berkurang. Ya sudah, kasus untuk nikel sudah ditutup untuk implementasi PP No. 19 Tahun 2025," ujarnya.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Andi M. Arief

Edisi Khusus Sumitro Djojohadikusumo ini didukung oleh:

Logo Edisi Khusus Sumitro Djojohadikusumo

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...