Freeport Sebut Operasional Tambang Tak Terganggu Kerusuhan di Papua
PT Freeport Indonesia (PTFI) memastikan bahwa kegiatan operasional dan akses jalan dari dan menuju lokasi pertambangan di Kabupaten Mimika, Papua tetap berjalan dan tak terdampak kerusuhan. Berbagai peristiwa kerusuhan yang terjadi di Bumi Cendrawasih telah menyebabkan sejumlah kerusakan bangunan hingga memakan korban jiwa.
Sejumlah kerusuhan terus terjadi di beberapa kota di Papua sejak 16 Agustus 2019. Hal ini dilatarbelakangi isu pengepungan asrama mahasiswa Papua di Surabaya hingga kabar hoaks berlatar rasialisme yang memicu demonstrasi massa dan berakhir ricuh.
Kerusuhan terakhir di Wamena menyebabkan 32 orang meninggal dunia, 77 orang terluka, dan ribuan warga mengungsi. Tak hanya itu, kerusuhan juga menyebabkan berbagai kerusakan berupa 224 mobil dan 150 sepeda motor terbakar, 165 rumah rusak, 20 kantor, dan 456 tempat usaha milik warga rusak dan terbakar.
(Baca: 3.225 Orang Mengungsi ke Jayapura Akibat Kerusuhan Wamena)
Meski demikian, Freeport menyatakan kinerja perusahaan tak terganggu akibat kerusuhan yang terjadi di Wamena, serta beberapa kota lainnya di Papua.
Vice President Corporate Communication Freeport Indonesia Riza Pratama mengungkapkan bahwa produksi mineral pada tahun ini mengalami penurunan hingga 50% dari tahun lalu. Namun, menurutnya hal itu bukan dikarenakan terganggunya produksi akibat situasi keamanan, melainkan karena adanya masa transisi dari tambang terbuka (open pit) ke tambang bawah tanah(underground).
"Operasional kami tidak terkena dampak dari kerusuhan, tapi yang pasti produksi kami memang turun sampai 50%," kata Riza kepada Katadata.co.id, Senin (30/9).
Diproyeksikan hingga akhir tahun produksi mineral hanya mencapai 1,2 juta ton, sedangkan pada tahun lalu produksinya bisa mencapai 2,1 juta ton. Dari produksi tahun ini, sekitar 200 ribu ton diekspor, sedangkan sisanya dikirim ke pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) Gresik, milik PT Smelting.
(Baca: Kondisi di Wamena Mulai Pulih, Kominfo Buka Akses Internet)
Berdasarkan data dalam lembar fakta PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), pendapatan Freeport pada tahun ini diproyeksikan sekitar US$ 3,1 miliar, sedangkan laba perusahaan sebelum dikurangi bunga utang dan pajak terutang yang harus dibayarkan kepada pemerintah (EBITDA) sekitar US$ 1 ,2 miliar.
Pendapatan Freeport mengalami penurunan sekitar 50% dibandingkan 2018 sekitar US$ 6,5 miliar. Adapun, EBITDA mengalami penurunan sekitar 75% dibandingkan tahun lalu sebesar US$ 4 miliar.
Dalam beberapa tahun ke depan penerimaan Freeport juga diproyeksikan akan lebih rendah dari tahun lalu. Ini disebabkan, habisnya sumber daya alam yang ada di tambang terbuka.
Namun, pendapatan Freeport akan kembali naik sekitar 2021-2022. Alasannya, tambang bawah tanah tersebut sudah bisa beroperasi secara optimal.